Profil

My Photo
HI! My name is Nabilah Sumayyah and I'll try to do the best, and make my parents proud of me.
Saturday 8 June 2013

Perjalanan Menuju Rahma

            Beberapa hari yang lalu, aku mendapat kabar bahwa temanku yang bernama Rahma sedang di operasi. Temanku yang lain, Azkya, Dena dan Dwita mengajakku pergi ke Rumah Sakit Jantung Harapan Kita untuk menjenguknya. Kami pun sepakat untuk menjenguk Rahma sehari pasca operasinya selesai. Kami berjanji untuk berkumpul di rumah Dwita pukul 09.00 WIB.
            Keesokan harinya, sekitar pukul tujuh pagi, Azkya mengirim pesan singkat bahwa rencana kami berubah. Aku setuju untuk berkumpul di rumah Dwita pukul 10.00 WIB. Sekitar pukul 09.50 WIB, aku berangkat menuju rumah Dwita dengan menunmpang angkutan umum.
“Assalamualaikum, permisi...” Ucapku sesaat setelah sampai di rumah Dwita
“Wa’alaikumsalam, nyari Kak Puput ya?” Tanya adiknya yang sedang memberi makan kucing peliharaannya.
“Iya, Ra. Puputnya ada?” Tanyaku kembali. Di rumah, Dwita di panggil Puput.
             Ara langsung mempersilakan aku masuk ke rumah. Beberaapa menit kemudian, Dwita turun dari kamarnya dan langsung menanyakan keberadaan Dena.
“Hah? Dena belom dateng? Gua kira dia udah dateng soalnya dia tadi sms gua.” Jawabku. Dena ini memang suka sekali datang terlambat. Tak sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. Dwita mengajakku ke kamarnya di lantai dua sembari menunggu kedatangan Dena dan Azkya.
            “Dwit, kok si Rahma tau-tau di operasi? Dadakan banget.” Tanyaku penasaran pada Dwita.
            “Yee, gua juga kaget, May. Orang kemarin pas hari Senin pas gua lagi main sama dia, nyokapnya telpon. Katanya dia di suruh pulang, besok langsung operasi. Ya si Rahma Cuma bisa melongo.” Jawab Dwita.
DRRT DRRT
            Handphone-ku bergetar. Ternyata Azkya menelpon ku, bertanya tentang keberadaanku saat ini.
“Kata Azkya apa?” Tanya Dwita.
“Katanya dia baru mau jalan kesini.” Jawabku.
            Beberapa menit kemudian, Azkya datang. Dan waktu telah menunjukkan pukul 11.25 WIB. Sementara Dena belum tiba juga, kami berusaha menghubungi Dena. Dan ternyata, Dena masih berada di rumahnya dan baru akan menuju kemari. Dwita langsung mengoceh tak jelas. Dwita berkata, “Lain kali kalau janjian sama Dena, kita bilangnya kumpul dua jam sebelumnya. Biar dia dateng sejam sebelumnya. Dia kan ‘Nona Ngaret’ gitu.”
“Gua prediksi nih, Dwit. Kita nanti berangkat jam setengah satu.” Kataku sambil menatap jam di kamar Dwita yang sudah rusak.
            Sekitar pukul 12.00 WIB, Dena baru tiba dengan wajah tanpa dosa. Aku, Dwita dan Azkya hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Dena. Dena langsung di introgasi oleh Dwita perihal kedatangannya yang cukup membuat kami ingin membatalkan niat kami menjenguk Rahma.
            Kami berangkat menuju halte busway setelah sebelumnya kami Sholat berjamaah terlebih dahulu, tepat kami berangkat puku 12.30 WIB sesuai perkiraanku tadi. Dena masih menyempatkan diri untuk membeli cemilan ala kadarnya di warung terdekat. Ia memberiku cokelat yang langsung ku tolak karena aku tengah menjalankan ibadah puasa. Tapi Dena memaksaku yang lalu cokelatnya aku simpan di dalam tas yang aku bawa.
            Setelah tiba di halte busway, kami langsung membeli tiket dan mengkonfirmasi rute dan bus yang harus kami naiki. Beberapa saat kemudian bus datang, dan kami langsung menaikinya.
“Maaf mas, ini buswaynya ga lewat UKI?” Tanya Dena kepada petugas karena busway yang kamu tumpangi tiba-tiba memutar balik ke halte sebelumnya.
“Oh, ini buswaynya ke Pluit. Kalo mau nanti transit dulu terus lanjut lagi.” Jawab petugas itu. Ternyata bukan hanya kami yang salah naik busway. Ada sekitar 10-15 orang lain yang bernasib seperti kami.
            Sekitar pukul 15.00 WIB kami sampai di tujuan kami setelah sebelumnya kami harus transit lagi di halte Cawang UKI dan terjebak macet dan selama perjalanan kami harus rela berdiri karena keadaan bus saat itu cukup penuh. Sesampai disana, kami masih harus berjalan kaki menuju gedung tempat Rahma di rawat setelah kami menanyakan pada bagian informasi di gedung pertama.
            Saat kami ingin naik elevator menuju lantai 7, tempat Rahma di rawat, kami di hadang oleh seorang satpam. Satpam itu melarang kami menjenguk Rahma karena saat itu bukan jam besuk. Wajah kami yang tadinya lelah, gembira, kembali kecewa dengan perkataan Satpam tadi. Terutama Dena, karena Dena masih harus menghadiri acara ulangtahun temannya.
“Mas, ayo sih. Kita udah jauh-jauh mas, capek 2 jam berdiri di buswa. Masa jenguk teman kita aja ga boleh?” Dena merajuk pada satpam itu.
“Ya ngga boleh dek. Tunggu aja nanti jam lima, baru deh boleh masuk. Kalau mau, satu perwakilan aja jenguknya.” Jawab satpam itu.
“Yah mas, masa perwakilan, kita dateng berempat, yang masuk juga harus ber-empat!” Ucap Dena tegas.
“Ya ngga boleh dong dek. Nanti di suntik suster lho.” Bujuknya
“Suntik? Ah udah biasa di suntik saya mas.” Celetukku yang mulai lelah karena saat itu ku dalam kondisi berpuasa. Dena kembali membujuk-bujuk satpam itu agar kami semua boleh masuk.
“Mas, ayok sih mas. Biarin kita masuk.”
“Jangan dek, nanti mas disuntik.” Jawabnya.
 “Mas ini yang disuntik bukan saya.” Balas Azkya.
“Yaudah temennya aja suruh turun sini kalo bisa.” Tawarnya lagi.
“Hahaha, lawak amat mas.” Ucap Dwita sinis.
            Kami langsung menelpon ibu Rahma untuk memberitahukan keberadaan kami. Lima belas menit kemudian, ibu Rahma keluar dari lift. Kami langsung menceritakan semua hal yang terjadi.
“Asslamualaikum, Tante.” Ucap kami sambil memberi salam.
“Tante, kita ga boleh masuk nih tante. Rahma gimana keadaannya, Tan?” Tanya Dena
“Iya, sekarang bukan jam besuk. Kalo mau tunggu sampe jam lima.” Jawab ibunda Rahma.
“Rahmanya suruh turun tante, hehe.” Celetukku.
“Ya, Rahmanya juga ga bisa turun. Kalo mau ganti-gantian aja, nanti tante anterin.” Ajak Ibunda Rahma.
“Boleh kan pak satpam kalo ganti-gantian?” tanya ibu Rahma kepada satpam tadi.
“Boleh, Bu. Silakan.” Jawab satpam itu dengan tersenyum, Dena langsung, “Huh tadi aja depan kita mukanya judes, sekarang ada mamanya Rahma langsung sok baik! Dia bilang ga boleh gantian tadi, bolehnya perwakilan, eeeh pas nyokap Rahma dateng langsung deh.”
            Dwita langsung ikut bersama Ibu-nya Rama menuju kamar Rahma, setelah itu bergantian dengan Dena. Aku, Azkya dan Dwita memutuskan untuk shalat ashar terlebih dulu karena waktu menunjukkan pukuk 15.45 WIB. Dan akhirnya, hanya aku dan Azkya yang tidak bertemu Rahma.
            Setelah selesai beribadah, Dena, Azkya dan Dwita berniat mencari makanan terlebih dahulu. Saat kami hendak membeli gorengan, tiba-tiba ada seseorang yang menggunakan topeng dan memakai kain kafan berjalan mendekati kami. Sontak aku dan Azkya langsung pergi meninggalkan Dwita dan Dena karena sosoknya yang agak menyeramkan bagi kami berdua.
            Sekitar pukul empat sore, kami berpamitan kepada ibu Rahma via telpon karena beliau sedang menjaga Rahma. Karena kami merasa saat itu sudah cukup sore dan macet, kami berniat untuk pulang menggunakan taksi, setelah tawar-menawar dengan supir taksi, kami pulang kembali menumpang busway karena ketidakcocokan uang yang kami bawa dengan perkiraan uang yang harus kami bayar jika menggunakan taksi.
            Sekitar tiga jam di perjalanan, kami masih berada di kawasan Cempaka Mas karena saat itu merupakan jam pulang kerja, jalanan sangat macet sekali. Dan alhasil, aku harus berbuka puasa di busway setelah sebelumnya aku diberitahu oleh Dena bahwa adzan Maghrib telah berkumandang. Aku berbuka ala kadarnya dengan meminum aqua yang di belikan oleh ayahnya Rahma saat kami berada di Rumah Sakit dan memakan sebatang cokelat yang diberikan Dena untukku.
            Semakin menuju ke tujuan akhir busway, yaitu Terminal Tanjung Priok, keadaan busway mulai sepi karena penumpang sebelumnya telah turun di halte tujuannya. Kami bernostalgia tentang kisah kami yang suka berpergian menggunakan busway saat masih duduk di bangku SMP. Tanpa sadar, busway yang kami tumpangi sudah memasuki teminal, pertanda kami harus bersiap. Kami berpisah di terminal karena rumah kami berbeda arah. Aku dan Dena pergi dengan menaiki angkutan yang sama karena arahnya searah, begitu pula dengan Azkya dan Dwita.
            Ibuku terus menelponku, dan sesampainya di rumah, aku langsung makan malam dan istirahata setelah sebelumnya aku dinasihati oleh ibuku. Dan aku baru mendapat informasi dari Dwita bahwa Rahma malam ini sudah bisa keluar dari rumah sakit. Aku hanya menarik nafas panjang dan langsung beristirahat akibat perjalanan yang cukup lama dan jauh ini.

0 Comment:

Post a Comment

 
;