Beberapa hari yang lalu, aku
mendapat kabar bahwa temanku yang bernama Rahma sedang di operasi. Temanku yang
lain, Azkya, Dena dan Dwita mengajakku pergi ke Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita untuk menjenguknya. Kami pun sepakat untuk menjenguk Rahma sehari pasca
operasinya selesai. Kami berjanji untuk berkumpul di rumah Dwita pukul 09.00
WIB.
Keesokan harinya, sekitar pukul
tujuh pagi, Azkya mengirim pesan singkat bahwa rencana kami berubah. Aku setuju
untuk berkumpul di rumah Dwita pukul 10.00 WIB. Sekitar pukul 09.50 WIB, aku
berangkat menuju rumah Dwita dengan menunmpang angkutan umum.
“Assalamualaikum,
permisi...” Ucapku sesaat setelah sampai di rumah Dwita
“Wa’alaikumsalam,
nyari Kak Puput ya?” Tanya adiknya yang sedang memberi makan kucing
peliharaannya.
“Iya,
Ra. Puputnya ada?” Tanyaku kembali. Di rumah, Dwita di panggil Puput.
Ara langsung mempersilakan aku masuk ke rumah.
Beberaapa menit kemudian, Dwita turun dari kamarnya dan langsung menanyakan
keberadaan Dena.
“Hah?
Dena belom dateng? Gua kira dia udah dateng soalnya dia tadi sms gua.” Jawabku.
Dena ini memang suka sekali datang terlambat. Tak sesuai dengan waktu yang
telah dijanjikan. Dwita mengajakku ke kamarnya di lantai dua sembari menunggu
kedatangan Dena dan Azkya.
“Dwit, kok si Rahma tau-tau di
operasi? Dadakan banget.” Tanyaku penasaran pada Dwita.
“Yee, gua juga kaget, May. Orang
kemarin pas hari Senin pas gua lagi main sama dia, nyokapnya telpon. Katanya
dia di suruh pulang, besok langsung operasi. Ya si Rahma Cuma bisa melongo.”
Jawab Dwita.
DRRT
DRRT
Handphone-ku
bergetar. Ternyata Azkya menelpon ku, bertanya tentang keberadaanku saat ini.
“Kata
Azkya apa?” Tanya Dwita.
“Katanya
dia baru mau jalan kesini.” Jawabku.
Beberapa menit kemudian, Azkya
datang. Dan waktu telah menunjukkan pukul 11.25 WIB. Sementara Dena belum tiba
juga, kami berusaha menghubungi Dena. Dan ternyata, Dena masih berada di
rumahnya dan baru akan menuju kemari. Dwita langsung mengoceh tak jelas. Dwita
berkata, “Lain kali kalau janjian sama Dena, kita bilangnya kumpul dua jam
sebelumnya. Biar dia dateng sejam sebelumnya. Dia kan ‘Nona Ngaret’ gitu.”
“Gua
prediksi nih, Dwit. Kita nanti berangkat jam setengah satu.” Kataku sambil
menatap jam di kamar Dwita yang sudah rusak.
Sekitar pukul 12.00 WIB, Dena baru
tiba dengan wajah tanpa dosa. Aku, Dwita dan Azkya hanya bisa menggelengkan
kepala melihat tingkah Dena. Dena langsung di introgasi oleh Dwita perihal
kedatangannya yang cukup membuat kami ingin membatalkan niat kami menjenguk
Rahma.
Kami berangkat menuju halte busway
setelah sebelumnya kami Sholat berjamaah terlebih dahulu, tepat kami berangkat
puku 12.30 WIB sesuai perkiraanku tadi. Dena masih menyempatkan diri untuk
membeli cemilan ala kadarnya di warung terdekat. Ia memberiku cokelat yang
langsung ku tolak karena aku tengah menjalankan ibadah puasa. Tapi Dena
memaksaku yang lalu cokelatnya aku simpan di dalam tas yang aku bawa.
Setelah tiba di halte busway, kami
langsung membeli tiket dan mengkonfirmasi rute dan bus yang harus kami naiki.
Beberapa saat kemudian bus datang, dan kami langsung menaikinya.
“Maaf
mas, ini buswaynya ga lewat UKI?” Tanya Dena kepada petugas karena busway yang
kamu tumpangi tiba-tiba memutar balik ke halte sebelumnya.
“Oh,
ini buswaynya ke Pluit. Kalo mau nanti transit dulu terus lanjut lagi.” Jawab
petugas itu. Ternyata bukan hanya kami yang salah naik busway. Ada sekitar
10-15 orang lain yang bernasib seperti kami.
Sekitar pukul 15.00 WIB kami sampai
di tujuan kami setelah sebelumnya kami harus transit lagi di halte Cawang UKI
dan terjebak macet dan selama perjalanan kami harus rela berdiri karena keadaan
bus saat itu cukup penuh. Sesampai disana, kami masih harus berjalan kaki
menuju gedung tempat Rahma di rawat setelah kami menanyakan pada bagian informasi
di gedung pertama.
Saat kami ingin naik elevator menuju
lantai 7, tempat Rahma di rawat, kami di hadang oleh seorang satpam. Satpam itu
melarang kami menjenguk Rahma karena saat itu bukan jam besuk. Wajah kami yang
tadinya lelah, gembira, kembali kecewa dengan perkataan Satpam tadi. Terutama
Dena, karena Dena masih harus menghadiri acara ulangtahun temannya.
“Mas,
ayo sih. Kita udah jauh-jauh mas, capek 2 jam berdiri di buswa. Masa jenguk
teman kita aja ga boleh?” Dena merajuk pada satpam itu.
“Ya
ngga boleh dek. Tunggu aja nanti jam lima, baru deh boleh masuk. Kalau mau,
satu perwakilan aja jenguknya.” Jawab satpam itu.
“Yah
mas, masa perwakilan, kita dateng berempat, yang masuk juga harus ber-empat!”
Ucap Dena tegas.
“Ya
ngga boleh dong dek. Nanti di suntik suster lho.” Bujuknya
“Suntik?
Ah udah biasa di suntik saya mas.” Celetukku yang mulai lelah karena saat itu
ku dalam kondisi berpuasa. Dena kembali membujuk-bujuk satpam itu agar kami
semua boleh masuk.
“Mas,
ayok sih mas. Biarin kita masuk.”
“Jangan
dek, nanti mas disuntik.” Jawabnya.
“Mas ini yang disuntik bukan saya.” Balas
Azkya.
“Yaudah
temennya aja suruh turun sini kalo bisa.” Tawarnya lagi.
“Hahaha,
lawak amat mas.” Ucap Dwita sinis.
Kami langsung menelpon ibu Rahma
untuk memberitahukan keberadaan kami. Lima belas menit kemudian, ibu Rahma
keluar dari lift. Kami langsung menceritakan
semua hal yang terjadi.
“Asslamualaikum,
Tante.” Ucap kami sambil memberi salam.
“Tante,
kita ga boleh masuk nih tante. Rahma gimana keadaannya, Tan?” Tanya Dena
“Iya,
sekarang bukan jam besuk. Kalo mau tunggu sampe jam lima.” Jawab ibunda Rahma.
“Rahmanya
suruh turun tante, hehe.” Celetukku.
“Ya,
Rahmanya juga ga bisa turun. Kalo mau ganti-gantian aja, nanti tante anterin.”
Ajak Ibunda Rahma.
“Boleh
kan pak satpam kalo ganti-gantian?” tanya ibu Rahma kepada satpam tadi.
“Boleh,
Bu. Silakan.” Jawab satpam itu dengan tersenyum, Dena langsung, “Huh tadi aja
depan kita mukanya judes, sekarang ada mamanya Rahma langsung sok baik! Dia
bilang ga boleh gantian tadi, bolehnya perwakilan, eeeh pas nyokap Rahma dateng
langsung deh.”
Dwita langsung ikut bersama Ibu-nya
Rama menuju kamar Rahma, setelah itu bergantian dengan Dena. Aku, Azkya dan
Dwita memutuskan untuk shalat ashar terlebih dulu karena waktu menunjukkan pukuk
15.45 WIB. Dan akhirnya, hanya aku dan Azkya yang tidak bertemu Rahma.
Setelah selesai beribadah, Dena,
Azkya dan Dwita berniat mencari makanan terlebih dahulu. Saat kami hendak
membeli gorengan, tiba-tiba ada seseorang yang menggunakan topeng dan memakai
kain kafan berjalan mendekati kami. Sontak aku dan Azkya langsung pergi
meninggalkan Dwita dan Dena karena sosoknya yang agak menyeramkan bagi kami
berdua.
Sekitar pukul empat sore, kami
berpamitan kepada ibu Rahma via telpon karena beliau sedang menjaga Rahma.
Karena kami merasa saat itu sudah cukup sore dan macet, kami berniat untuk
pulang menggunakan taksi, setelah tawar-menawar dengan supir taksi, kami pulang
kembali menumpang busway karena ketidakcocokan uang yang kami bawa dengan
perkiraan uang yang harus kami bayar jika menggunakan taksi.
Sekitar tiga jam di perjalanan, kami
masih berada di kawasan Cempaka Mas karena saat itu merupakan jam pulang kerja,
jalanan sangat macet sekali. Dan alhasil, aku harus berbuka puasa di busway
setelah sebelumnya aku diberitahu oleh Dena bahwa adzan Maghrib telah
berkumandang. Aku berbuka ala kadarnya dengan meminum aqua yang di belikan oleh
ayahnya Rahma saat kami berada di Rumah Sakit dan memakan sebatang cokelat yang
diberikan Dena untukku.
Semakin menuju ke tujuan akhir
busway, yaitu Terminal Tanjung Priok, keadaan busway mulai sepi karena
penumpang sebelumnya telah turun di halte tujuannya. Kami bernostalgia tentang
kisah kami yang suka berpergian menggunakan busway saat masih duduk di bangku
SMP. Tanpa sadar, busway yang kami tumpangi sudah memasuki teminal, pertanda
kami harus bersiap. Kami berpisah di terminal karena rumah kami berbeda arah.
Aku dan Dena pergi dengan menaiki angkutan yang sama karena arahnya searah,
begitu pula dengan Azkya dan Dwita.
Ibuku terus menelponku, dan
sesampainya di rumah, aku langsung makan malam dan istirahata setelah
sebelumnya aku dinasihati oleh ibuku. Dan aku baru mendapat informasi dari
Dwita bahwa Rahma malam ini sudah bisa keluar dari rumah sakit. Aku hanya
menarik nafas panjang dan langsung beristirahat akibat perjalanan yang cukup
lama dan jauh ini.
0 Comment:
Post a Comment